Tafsir Al Baqarah Ayat 114-119
Ayat 114-115: Menerangkan haramnya menodai 
kehormatan masjid, contoh tindakan menghalangi orang lain beribadah, dan
 menerangkan bahwa menghadap kiblat adalah salah satu syarat sahnya 
shalat 
  
وَمَنْ
 أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ 
وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلا
 خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ 
عَظِيمٌ (١١٤) وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا 
فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (١١٥ 
114. Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang menyebut nama Allah di dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya?[1] mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat.
115.[2]
 Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah 
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.[3]
  
Ayat
 116-119: Menyebutkan kedustaan orang-orang Ahli Kitab dan kaum 
musyrikin dalam dakwaan mereka bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala punya 
anak; Mahasuci Dia dari apa yang mereka sifatkan 
  
وَقَالُوا
 اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ 
وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (١١٦) بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ 
وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (١١٧) 
وَقَالَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ لَوْلا يُكَلِّمُنَا اللَّهُ أَوْ 
تَأْتِينَا آيَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ 
قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا الآيَاتِ لِقَوْمٍ 
يُوقِنُونَ (١١٨) إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا 
وَلا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ   (١١٩ 
116. Mereka (orang-orang kafir) berkata[4]: "Allah mempunyai anak". Mahasuci Allah[5], bahkan milik-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. Semua tunduk kepada-Nya[6].
117. Allah Pencipta langit dan bumi[7]. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu.
118. Dan orang-orang yang tidak mengetahui[8] berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda (kekuasaan-Nya) kepada kami?"[9] Demikian pula orang-orang sebelum mereka telah berkata seperti ucapan mereka itu. Hati mereka serupa[10]. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang yakin.
119. Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran[11], sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan[12]. Kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.
[1]
 Tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang melarang dzikrullah di 
masjid-masjid Allah, seperti melarang orang yang shalat, orang yang 
membaca Al Qur'an dan melarang orang lain menjalan ibadah. Terlebih 
ditambah dengan usaha untuk merobohokannya atau melarang kaum mukmin 
masuk ke dalamnya. 
Usaha merobohkannya menurut 
Syaikh As Sa'diy dalam tafsirnya ada dua; Hissiy (inderawi) dan Maknawi.
 Yang Hissiy misalnya menghancurkannya, merusaknya dan mengotorinya. 
Sedangkan yang Maknawi adalah melarang orang-orang yang menyebut nama 
Allah di masjid-masjid-Nya. Ayat di atas adalah umum mencakup kepada 
semua yang memiliki sifat tersebut, termasuk ke dalamnya As-habul Fiil 
(para tentara bergajah di bawah pimpinan Abrahah yang hendak 
menghancurkan Ka'bah), kaum Quraisy yang menghalangi Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa sallam pada tahun Hudaibiyah, kaum Nasrani yang 
menghancurkan Baitul Maqdis dan lain-lain, maka Allah membalas mereka 
dengan menghalangi mereka masuk ke dalam masjid baik secara syara' 
maupun taqdir (ketentuan)-Nya kecuali dalam keadaan takut dan hina. 
Ketika mereka membuat takut hamba-hamba Allah, maka Allah membuat hati 
mereka takut. Kaum musyrik yang menghalangi Rasulullah shallallahu 
'alaihi wa sallam ternyata tidak lama, kemudian Allah Subhaanahu wa 
Ta'aala mengizinkan Beliau menaklukkan Makkah dan melarang kaum musyrik 
mendekati rumah-Nya (lihat surat At Taubah: 28). Sebelum mereka adalah 
As-habul Fiil, Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menimpakan kehinaan 
kepada mereka di dunia (baca kisahnya di surat Al Fiil), sedangkan 
orang-orang Nasrani yang merobohkan Baitul Maqdis akhirnya dikalahkan 
oleh kaum mukmin. Oleh karena itu, siapa saja yang coba-coba mengikuti 
jejak mereka, pasti akan memperoleh kehinaan.
Jika
 tidak ada orang yang paling zalim daripada orang yang menghalangi orang
 lain menjalankan ibadah di dalamnya dan berusaha merobohkannya berarti 
tidak ada orang yang paling besar imannya daripada orang yang berusaha 
memakmurkan masjid-Nya baik Hissiy (seperti membangunnya dan 
membersihkannya) maupun maknawi (seperti mengumandangkan azan, 
mengadakan shalat jama'ah, mengadakan ta'lim, membaca Al Qur'an di sana 
dan melakukan ibadah-ibadah lainnya di sana).
[2]
 Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, "Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat menghadap dari Mekah ke 
Madinah di atas kendaraannya, ke arah wajahnya menghadap. Tentang hal 
ini, turun ayat, Fa ainamaa tuwalluu fatsamma wajhullah." (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad dan Ibnu Jarir. Tirmidzi berkata, "Hadits hasan shahih.")
[3]
 Timur dan barat serta apa yang ada di antara keduanya adalah milik 
Allah, Dia-lah pemilik bumi ini. Disebutkan timur dan barat, karena di 
sana terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya yang besar, dari sana terbit dan
 tenggelam matahari, jika Allah Subhaanahu wa Ta'aala memiliki kedua 
arah itu, berarti memiliki semua arah. Oleh karena itu, arah mana saja 
seseorang menghadap dengan perintah Allah (misalnya perintah menghadap 
ka'bah setelah sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis) atau keringanan 
dari-Nya (seperti ketika shalat sunat di atas kendaraannya, atau ia 
tidak mengetahui di mana kiblat, lalu ia shalat setelah mencari-cari 
arah kiblat, ternyata arah kiblatnya salah atau ia shalat dalam keadaan 
disalib, diikat, sakit dsb), maka di situlah wajah Allah, yakni ia tidak
 keluar dari dari kerajaan Allah dan keta'atan kepada-Nya. Sesungguhnya 
Allah Mahaluas rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya dan 
mengetahui perbuatan mereka, tidak ada satu pun yang samar bagi-Nya. 
Ayat ini menetapkan adanya wajah bagi Allah Ta'ala yang layak bagi-Nya, 
dan bahwa Dia memiliki wajah yang berbeda dengan wajah makhluk.
[4]
 Mereka ini adalah orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan 
orang-orang musyrik. Meskipun mereka menisbatkan kepada Allah Subhaanahu
 wa Ta'aala sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, namun Allah Subhaanahu wa
 Ta'aala sangat halim (sabar dan tidak langsung menghukum padahal Dia 
mampu) dan mereka masih mendapatkan rezeki-Nya. Kata-kata ini 
"subhaanah", merupakan bantahan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap 
pernyataan batil tersebut. Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta'aala 
menegakkan hujjah dengan firman-Nya setelah kata-kata "subhaanah".
[5]
 Yakni Mahasuci Allah dari pernyataan yang batil tersebut. Demikian juga
 Mahasuci Dia dari apa yang disifatkan oleh kaum musyrikin dan 
orang-orang zalim. Mahasuci Allah yang memiliki kesempurnaan secara 
mutlak dari segala sisi, Dia tidak terkena aib dan kekurangan dari 
segala sisi.
[6]
 Maksudnya: semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya dan 
hamba-Nya, mereka semua tunduk kepada-Nya dan di bawah tadbir 
(pengaturan)-Nya. Jika mereka semua adalah hamba-Nya dan butuh 
kepada-Nya sedangkan Dia tidak butuh kepada mereka, bagaimana mungkin 
salah seorang di antara mereka menjadi anaknya, padahal anak itu 
biasanya sejenis dengan bapaknya, karena memang ia bagian daripadanya. 
Perhatikanlah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala Maha Memiliki lagi Maha 
Menundukkan, sedangkan mereka dimiliki dan ditundukkan, Dia Maha Kaya, 
sedangkan mereka fakir, berbeda bukan!, dan sungguh sangat berbeda. Oleh
 karena itu, pernyataan ini termasuk kebatilan yang paling batil.
Tunduk
 atau qunut terbagi dua: Ketundukan umum dan ketundukan khusus. 
Ketundukan umum maksudnya bahwa semua makhluk di bawah tadbir 
(pengaturan) Allah Subhaanahu wa Ta'aala seperti yang dinyatakan dalam 
ayat ini. Sedangkan ketundukan khusus adalah ketundukan beribadah 
sebagaimana firman-Nya "wa quumuu lillahi qaanitiin" (dan berdirilah 
karena Allah dengan tunduk/khusyu') di surat Al Baqarah: 238.
[7]
 Badii' artinya Allah Subhaanahu wa Ta'aala Pencipta tanpa didahului 
contoh sebelumnya. Allah Maha Kuasa mampu menciptakan makhluk begitu 
indah tanpa didahului contoh sebelumnya.
[8] Baik dari kalangan ahli kitab maupun selain mereka.
[9]
 Tanda-tanda di sini adalah tanda-tanda sesuai yang mereka inginkan 
berdasarkan akal mereka yang tidak sehat dan pandangan mereka yang 
dangkal yang membuat mereka berani berbicara seperti itu kepada Allah Al
 Khaliq dan bersikap sombong kepada rasul-rasul-Nya, seperti permintaan 
mereka agar dapat melihat Allah (lihat Al Baqarah: 55), permintaan agar 
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menurunkan kitab langsung 
dari langit (lihat An Nisaa': 153), dan seperti yang disebutkan dalam 
surat Al Israa': 90-95. seperti inilah kebiasaan mereka terhadap 
rasul-rasul, meminta ayat-ayat yang memberatkan diri mereka, bukan 
ayat-ayat untuk memperoleh bimbingan, karena memang niat mereka bukan 
mencari yang hak, padahal para rasul telah datang membawakan ayat-ayat 
yang biasanya dengan ayat tersebut manusia mau beriman. Oleh karena itu,
 Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, "Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang yakin."
Orang-orang
 yang yakin telah mengetahui dari ayat-ayat Allah dan buktinya yang 
begitu jelas sesuatu yang membuat mereka yakin dan hilang keraguan dan 
kebimbangan.
[10] Yakni ucapan tersebut tidaklah muncul kecuali karena kesamaan hati dalam kekafiran dan kesesatan.
[11]
 Pada ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyatakan kebenaran 
kerasulan Beliau dan kebenaran apa yang Beliau bawa berupa Al Qur'an dan
 As Sunnah. Kebenaran Beliau didukung oleh banyak dalil, baik dalil 
sam'i (naqli) seperti pada ayat ini, maupun dalil 'aqli (akal). Dalil 
'aqlinya adalah sbb:
Pertama, keadaan 
penduduk bumi sebelum Beliau diutus berada dalam kegelapan dan jauh dari
 akhlak mulia sehingga disebut sebagai zaman jahiliyyah (kebodohan). 
Manusia tidak berpikir lagi tentang apa yang disembahnya; pantas atau 
tidak untuk disembah seperti patung, api, salib dsb. Kita pun mengetahui
 bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah menciptakan makhluk-Nya 
dengan membiarkan mereka begitu saja, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala
 Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Kuasa dan Maha Penyayang. Hikmah 
dan rahmat-Nya menghendaki untuk mengutus kepada mereka yang berada 
dalam kegelapan ini seorang rasul yang menyuruh mereka menyembah kepada 
yang pantas disembah, yaitu Pencipta mereka (Allah) dan mengembalikan 
mereka kepada jati diri mereka yang sesungguhnya (memanusiakan manusia) 
sebagai hamba Allah bukan hamba makhluk, membebaskan mereka dari 
peribadatan kepada makhluk menuju peribadatan kepada Allah, 
mengfungsikan kembali akal mereka yang selama ini tertahan geraknya, 
menjalin hubungan baik antara sesama mereka yang sebelumnya 
bermusuh-musuhan dan menyatukan mereka di atas tauhid, di atas beribadah
 kepada Allah dan di atas kebaikan sehingga hidup mereka diberkahi, 
makmur dan penuh kedamaian.
"Jika sekiranya 
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan 
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka 
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan 
perbuatannya. (Terj. Al A'raaf: 96)
  
Kedua,
 barang siapa yang mengetahui keadaan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi 
wa sallam sebelum diutus, akhlaknya yang mulia dan pribadinya yang 
agung, pasti akan mengetahui bahwa akhlak tersebut adalah akhlak para 
nabi dan rasul. Hal ini pun sama menunjukkan bahwa Muhammad shallallahu 
'alaihi wa sallam adalah Nabi dan Rasul.
Ketiga,
 barang siapa yang mengetahui apa yang Beliau bawa, baik Al Qur'an 
maupun As Sunnah yang isinya mengandung berita yang benar, 
perintah-perintah yang baik (berbakti kepada orang tua, menyambung tali 
silaturrahim, berkata jujur, menepati janji dsb), larangan mengerjakan 
perbuatan buruk (larangan meminum khamr, judi, mengadu domba dsb), belum
 lagi mukjizat yang diberikan kepada Beliau shallallahu 'alaihi wa 
sallam, pasti akan membenarkan kenabian dan kerasulan Beliau shallallahu
 'alaihi wa sallam kecuali orang yang zhalim dan sombong saja padahal 
hati mereka mengakui,
"Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya." (Terj. An Naml: 14)
[12]
 Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus dengan membawa agama
 yang benar (Islam) yang diperkuat dengan hujjah dan mukjizat. Beliau 
diperintahkan menyampaikan agama ini dengan memberikan berita gembira 
kepada kaum mukmin kebaikan yang akan mereka peroleh di dunia dan 
akhirat, dan menakuti mereka yang menolak padahal sudah jelas 
kebenarannya dengan azab Allah. Tugas Beliau hanya menyampaikan, adapun 
hisabnya diserahkan kepada Allah. Beliau tidaklah diminta 
pertanggungjawaban terhadap kekafiran mereka.





0 Komentar