I-News

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget


Jadwal Open Trip dan Private Trip.
Private Trip, Mountain Guide, Porter Gunung, Paket Honeymoon, Study Tour, Family Gathering, Outbond, Outing, dll +62 85 643 455 865 (( WA / SMS / Telp )

Keyakinan Mengalahkan Segalanya

Suasana Mekkah semakin mencekam, saat dakwah Islam mendapatkan pertentangan yang luar biasa dari kaum Quraisy. Para pemuka Quraisy yang setia dengan kemusyrikannya, setiap saat mengacungkan pedangnya kepada orang-orang yang berseberangan keyakinan dengan mereka. Tentu yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kutlah (kelompok) para sahabat telah menggentarkan seisi kota Mekkah yang semakin menguatkan permusuhan orang-orang musyrik. Celaan, penganiayaan, pembunuhan sampai aksi pemboikotan pun dilakukan. Tapi semua usaha itu tidak lantas menyurutkan langkah penyebaran Islam, namun justru menguatkannya.

Penganiayaan terhadap orang-orang yang telah beriman sama sekali tidak mengubah keimanan mereka dan tidak pula menistakannya. Keimanan yang begitu sempurna, kokoh, dan utuh. Seperti keluarga Yasir, sebagaimana yang diriwayatkan, telah mengalami penganiayaan yang mematikan. Penyiksaan yang menyakitkan dan sadis tidak mampu membuat keluarga Yasir bertekuk lutut untuk mengganti keimanan mereka dengan kekufuran. Mereka sekali-kali tidak mendustakan setelah membenarkan. Rasul kemudian memberikan kabar gembira, “Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Sesungguhnya tempat yang dijanjikan kepada kalian adalah Surga. Sesungguhnya aku tidak memiliki apa pun dari Allah untuk kalian.” Sebuah kabar gembira yang menyejukkan. Sesaat kemudian, simaklah apa yang dikatakan Sumayyah, “Sesungguhnya aku telah melihanya dengan jelas, wahai Rasul.” Subhanallah. Inilah ucapan yang meluncur karena keimanan. Sungguh, Sumayah telah melihatnya. Ia telah melihatnya dengan mata keimanannya. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Bagi Sumayah dan para sahabat lainya, tidak ada jalan kembali kepada kekufuran setelah mereka beriman. Penyiksaan yang menyakitkan sesungguhnya tidak mampu menggerus keimanan Sumayyah beserta keluarganya. Baginya pilihan antara keimanan dan kekufuran adalah pilihan hidup dan mati. Bisa saja Sumayyah berpura-pura meninggalkan agamanya di depan orang-orang Quraisy agar dicabut siksaan kepadanya dan mengakhiri penderitaannya. Namun Sumayyah tidak melakukannya. Keimanan dan keyakinannya telah membuka hijab yang menampakkan kenikmatan yang dijanjikan. Keyakinan telah mengalahkan rasa sakit yang menjalari tubuhnya.

Inilah keimanan. Ia merupakan keyakinan yang kokoh dan kuat. Sangat tepat jika para ulama mengenalkan lafadz al-‘aqidah sebagai padanan kata al-iman. Al-‘Aqidah berarti al-ma’qudah yaitu sesuatu yang diikat. Al-Ma’qudah juga berarti mengikatkan dan mengokohkan perjanjian. Perjanjian kepada Allah dan Rasul-Nya. Perjanjian untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Serta perjanjian untuk membenarkan apa-apa yang dibawa oleh Rasul.

Aqidah adalah iman yang merupakan pembenaran (al-tashdiq), keyakinan (al-tayqin) dan kepastian (al-jazm). Keyakinan lahir setelah ada pembenaran hati (qalbu). Membenarkan apa-apa yang dibawa oleh Rasul melalui hujjah dan bukti-bukti yang nyata. Pembenaran inilah yang membentuk keyakinan yang bulat (al-I’tiqod al-jazim). Keyakinan yang tidak menyisakan ruang bagi keraguan untuk menyusup ke dalam qalbu.

Para sahabat telah memahami hakikat keimanan melebihi generasi manapun. Kejernihan hati, kecerdasan pikiran, dan kesabaran yang tinggi telah membentuk keimanan yang sempurna. Ihwal kehidupan mereka pun menjelma menjadi kisah-kisah yang menakjubkan sekaligus mengagumkan. Ujian-ujian keimanan yang mereka alami menjadikan mereka generasi yang tangguh. Seperti pepatah Sulawesi mengatakan, “Pelaut ulung tidaklah lahir dari laut yang tenang”. Medan dakwah dan lautan ujian yang begitu dahsyat telah mengubah mereka menjadi manusia-manusia yang memiliki keimanan setegar batu karang.


Keyakinan Melahirkan Kekuatan

Para penguasa negara-negara kolonialis Barat pernah mengatakan, “Waspadalah terhadap khalifah kaum Muslim, yang hanya dengan telunjuk tangannya mampu mengerahkan tiga juta pasukan untuk melawan kita dalam suatu pertempuran”. Inilah pengakuan atas kedigdayaan Islam. Pengakuan atas kekuatan kaum Muslim ketika berada dalam satu kepemimpinan. Tentu saja jika kaum Muslim yakin bahwa kekuatan mereka terletak pada kesatuan kepemimpinan serta kerelaan mereka menyerahkan urusannya pada seorang Amir (Khalifah).

Keyakinan kaum Muslim terhadap agama mereka telah melahirkan kekuatan yang sanggup menggentarkan raja-raja Eropa dan dunia sepanjang sejarah. Raja Gothik pun tenggelam dalam ketakutannya sendiri, saat pasukan kaum Muslim merangsek ke daratan Spanyol dengan kekuatan yang dahsyat. Bukan soal hitungan-hitungan di atas kertas, tapi keimananlah yang melahirkan semangat yang menggebu-gebu dan kekuatan maha dahsyat. Semangat untuk mendapatkan salah satu di antara dua kebaikan, kemenangan yang dijanjikan atau syahid di medan laga. Maka untuk membakar semangat kaum Muslim, Thariq bin Ziyad tanpa ragu-ragu membakar kapal yang membawa mereka menyebrangi selat Gibraltar. Bagi Thariq, pantang pulang sebelum menang. Tidak ada jalan kembali sebelum menaklukkan keangkuhan Raja Gothik, membebaskan rakyat Spanyol dari kesengsaraan yang membelenggu, dan menyebarkan Islam sebagai “Way of Life”. Dan sekarang kita pun menyaksikan, tahun 711 Masehi silam sebagai masa kemenangan penyebaran Islam.

Konstantinopel pun takluk. Setelah 825 tahun masa penantian. Di tangan seorang anak muda dari kekhilafahan Utsmaniyah, kekaisaran Byzantium ‘dipaksa’ menyerah di bawah kekuasaan Islam. Muhammad Al-Fatih tidak hanya dikenal dengan kecerdasannya yang gemilang, tetapi juga keyakinannya terhadap bisyarah (kabar gembira) Rasulullah yang begitu kuat. Keyakinannya mampu mengalahkan segalanya. Keyakinannya telah meletupkan semangat pada ribuan pasukan Al-Inkisariyah, yang telah sejak lama dipersiapkan untuk melakukan penaklukan Konstantinopel. Salah satu pusat peradaban dunia abad pertengahan. Salah satu kota yang dibangun pada tahun 330 Masehi oleh Kaisar Byzantium Constantine I. Kota yang menjadi perhatian dunia hingga dikatakan, “Andai kata dunia ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinopel akan menjadi kota yang paling cocok menjadi ibu kotanya.”

Dan kita pun mendengar, kisah Al-Fatih saat memindahkan kapal-kapal dari pangkalannya di Baykatasy ke Tanduk Emas. Ini dilakukan dengan menariknya melalui darat antara dua pelabuhan. Jarak antara dua pelabuhan tersebut sekitar tiga mil. Tanahnya pun bukanlah tanah yang datar, melainkan tanah yang rendah dan bebukitan yang belum dijamah. Sebuah usaha yang hampir mustahil dilakukan. Tak ada penolakan dari para komandan perang yang mendengar ide tersebut. Bahkan mereka menyatakan kekagumannya. Maka dengan segera, Muhammad Al-Fatih memerintahkan untuk meratakan tanah tersebut. Didatangkan kayu-kayu yang dilapisi minyak dan lemak. Kemudian, kayu-kayu tersebut diletakkan di atas tanah yang akan dilalui perahu. Lebih dari 70 kapal berhasil ditarik dan dilabuhkan di Tanduk Emas.

Inilah strategi yang tidak disangka-sangka oleh siapapun. Orang-orang Byzantium harus mengakui strategi yang sangat jitu ini. Sebuah strategi yang dianggap sebagai sebuah “mukjizat” yang tampak dari sebuah kecepatan berpikir dan kecepatan aksi. Menunjukkan kecerdasan otak seorang Muhammad Al-Fatih. Kecerdasan yang lahir dari buah keimanan dan keyakinan. Keyakinan terhadap sepenggal hadits yang disabdakan oleh seorang utusan Allah ratusan tahun silam sebelum ia lahir. “Konstantinopel akan ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.” Inilah kabar gembira yang selalu menguar dalam memorinya. Sebuah kabar yang selalu menampar-nampar pikirannya. Sebuah kabar yang membuat pandangannya tak pernah luput dari Konstantinopel. Sebuah kabar yang melahirkan keyakinan. Keyakinan yang melewati batas-batas logika. Keyakinan yang mengalahkan segalanya.

Apa yang dilakukan Muhammad Al-Fatih dicatat oleh seorang ahli sejarah tentang Byzantium, ia mengatakan, “kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang. Sungguh perbuatannya ini jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Iskandar yang Agung.”

Begitulah rekam sejarah kita sekaligus fakta yang menunjukkan ketika umat Islam berada dalam satu kepemimpinan politik. Urusan mereka diatur oleh seorang Amir. Memberikan perlindungan terhadap harta dan jiwa, menyebarkan dan mengagungkan Islam ke seluruh negri. Negara inilah yang membuat musuh-musuh Islam menyatakan, ‘Jika kalian menginjak seekor anjing di Eropa, maka ia akan menyalak di seluruh Asia. Maka waspadalah’. Inilah sebuah gambaran tentang pasukan bersenjata Khilafah Islamiyah sebagai pasukan yang tak terkalahkan.

Kemampuan militer dan keinginan untuk menyebarkan Islam merupakan tuntutan dalam Islam. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad bin Hanbal dinyatakan, “Ketika aku berjalan menuju Madinah, seseorang berkata, ‘Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan, aku mendengar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku adalah Muhammad, dan aku adalah Ahmad, dan aku adalah Nabi (penyebar) rahmat, dan aku adalah Nabi (penyeru) taubat, dan yang menghimpun manusia, dan yang dimuliakan, dan aku adalah Nabi (penyeru) jihad’.”

Keyakinan terhadap janji Allah dan bisyarah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan kunci pembuka kemenangan Islam dari masa ke masa. Keyakinan akan merapatkan barisan perjuangan. Keyakinan pula lah yang melahirkan optimisme, menajamkan pandangan pada tujuan, dan mengalahkan rasa sakit saat merasakan perihnya perjuangan. Keyakinan selalu mengalahkan keluh kesah atas lamanya perjuangan. Keyakinan membuat penantian atas pertolongan Allah menjadi kenikmatan yang tertunda. Keyakinan semakin melekatkan impian di pelupuk mata. Keyakinan menjadikan perjuangan selegit kurma Ajwa. Manis. Begitu nikmat! Keyakinan mengalahkan segalanya. []


Sumber : http://belantaraimajinasi.wordpress.com/2010/03/23/keyakinan-mengalahkan-segalanya-belajar-dari-para-peyakin-sejati/


Posting Komentar

0 Komentar