Hukum Makan dengan Tangan Kiri
Beberapa kesempatan yang lalu, kami sempat membahas di antara adab makan. Tema yang telah diangkat adalah adab membaca “bismillah” sebelum makan. Saat ini kami akan membahas adab makan yang lain yaitu adab makan dengan tangan kanan.
Dalam hadits yang muttafaqun ‘alaih,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu."
(HR. Bukhari no. 5376, Bab Membaca Basmalah ketika Makan dan Makan
dengan Tangan Kanan; Muslim no. 2022, Bab Adab Makan-Minum dan Hukumnya)
Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat,
« إِذَا
أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ
بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ
بِشِمَالِهِ ».
"Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan
dengan tangan kanannya. Jika minum maka hendaknya juga minum dengan
tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan kirinya dan minum
dengan tangan kirinya pula." (HR. Muslim no. 2020, Bab Adab Makan-Minum dan Hukumnya)
Dalam kitab yang sama disebutkan riwayat lainnya,
أَنَّ رَجُلاً
أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ «
كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ».
مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah bersabda,
‘Makanlah dengan tangan kananmu!’ Dia malah menjawab, 'Aku tidak bisa.'
Beliau bersabda, ‘Benarkah kamu tidak bisa?’ -dia menolaknya karena
sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya.” (HR. Muslim no. 2021)
Dari beberapa hadits di atas, kita dapat menarik pelajaran bahwa terlarangnya makan dengan tangan kiri.
Kebanyakan ulama Syafi’iyah berpandangan bahwa hukum makan dengan tangan kanan hanyalah sunnah
(dianjurkan). Demikianlah yang dipilih oleh Al Ghozali kemudian An
Nawawi. Akan tetapi, ada pendapat tegas dari Imam Asy Syafi’i dalam
kitab “Ar Risalah” dan di tempat lain dalam “Al Umm” yang menyatakan
bahwa hukum makan dengan tangan kanan adalah wajib.[1]
Pendapat yang dikatakan oleh Imam Asy Syafi’i, itulah yang dinilai lebih kuat.
Penulis ‘Aunul Ma’bud, Al ‘Azhim Abadi memberikan penjelasan, “Pada
hadits (urutan kedua seperti di atas, pen) secara tekstual menunjukkan
perintah untuk makan dan minum dengan tangan kanan adalah wajib. Demikianlah pendapat sebagian ulama. Bahkan hal ini dikuatkan oleh riwayat Muslim, “Ada
seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah bersabda, ‘Makanlah dengan
tangan kananmu!’ Dia malah menjawab, 'Aku tidak bisa.' Beliau bersabda,
‘Benarkah kamu tidak bisa?’ -dia menolaknya karena sombong-. Setelah
itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya.”[2]
Artinya jika dikatakan wajib, maka yang makan atau minum dengan tangan kiri dengan kesengajaan, berarti melakukan keharaman. Demikianlah yang lebih tepat karena ada penguat dalam riwayat Muslim yang menyatakan bahwa makan dengan tangan kiri menyerupai perbuatan setan. Inilah yang menjadi alasan wajibnya sebagaimana telah jelas dalam kaedah fiqhiyah. Wallahu a’lam.
Namun jika ada udzur (halangan)
menggunakan tangan kanan kala itu, maka dimaafkan jika harus
menggunakan tangan kiri. Ibnu Baththol menukil perkataan Ath Thobari, di
mana beliau berkata, “Tidak boleh makan dan minum dengan tangan kiri
kecuali bagi orang yang tangan kanannya dalam kesulitan untuk digunakan
karena mesti melakukan hal lainnya seperti digunakan untuk mengambil,
memberi, mengangkat, meletakkan atau membentangkan sesuatu.” Lalu Ath
Thobari menyebutkan riwayat ‘Ali yang mendukung hal ini.[3] Ingat sekali lagi, dibolehkan dengan tangan kiri di sini ketika memang darurat, bukan karena malas.
Demikian sajian singkat malam hari ini. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Selesai disusun saat kumandang adzan ‘Isya di Ummul Hammam, KSU, Riyadh, Saudi Arabia, 22 Syawal 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 9/522
[2] ‘Aunul Ma’bud, Al ‘Azhim Abadi, Abuth Thoyib, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan kedua, 1415 H, 10/179
[3] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, Asy Syamilah, 18/27.
0 Komentar