Bahaya Sikap Berlebihan Terhadap Orang Shalih
Buletin At-Tauhid edisi 19 Tahun XI
Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, kehidupan di dunia ini
berputar silih berganti. Perkara yang dapat mendatangkan kebinasaan
pernah terjadi pada kaum terdahulu. Begitu pula perkara yang dapat
menyelamatkan dari suatu musibah, pernah terjadi pada kaum terdahulu.
Syariat telah menjelaskan kisah-kisah kaum terdahulu agar kita dapat
mengambil pelajaran darinya. Allah Ta’ala berfirman (artinya) :
“…Dan
masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia
(agar mereka mendapat pelajaran)…” (QS. Al ‘Imran 140). Salah satu
perkara yang telah membinasakan kaum terdahulu adalah sikap berlebihan
terhadap orang shalih.
Definisi berlebihan terhadap orang shalih
Berlebihan (ghuluw) adalah sikap melampaui batas terhadap
sesuatu. Dalam hal ini melampaui batas dalam melakukan pujian. Sedangkan
orang shalih adalah orang yang memiliki sifat terpuji, yaitu yang gemar
melakukan ketaatan dan beramal dengan ikhlas karena Allah Ta’ala
semata, menjauhi kerusakan dan dosa, meninggalkan perkara yang
diharamkan dan menjadi orang yang bersegera dalam kebaikan. Yang
dimaksud dengan berlebihan dengan orang shalih adalah orang-orang yang
melampaui batas wajib dalam mengagungkan mereka sampai masuk ke dalam
kemusyrikan (At Tamhid, Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh).
Sudah merupakan fitrah setiap manusia, untuk menyenangi
orang-orang shalih. Seperti para nabi dan rasul, para sahabat, dan
orang-orang berilmu lainnya. Namun kecintaan kita kepada mereka tidak
boleh melebihi batas yang telah ditetapkan syari’at, terlebih lagi
sampai melanggar kekhususan hak Allah Ta’ala, yaitu dari sisi uluhuyyah
(ibadah), rububiyyah (perbuatan Allah), serta nama dan sifat Allah.
Berlebihan dalam agama sebab kebinasaan
Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, sebagaimana kita
ketahui, sikap berlebihan terhadap sesuatu adalah tidak baik. Misalnya
seseorang berlebihan dalam makan, akibatnya dapat kekenyangan kemudian
mengantuk bahkan dapat menimbulkan penyakit. Atau seseorang berlebihan
dalam istirahat, sehingga banyak waktunya terbuang bahkan melalaikan
kewajibannya. Demikian pula dalam perkara agama, sikap berlebihan pun
terlarang. Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Katakanlah: “Hai Ahli
Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara
tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan
mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari
jalan yang lurus.”” (QS. Al Maa’idah : 77). Syaikh As-Sa’di
menjelaskan, Allah Ta’ala mengatakan kepada nabi-Nya untuk menyampaikan
kepada ahlul kitab agar mereka tidak melampaui batas dan menyimpang dari
kebenaran. Hal tersebut sebagaimana perkataan mereka tentang Al Masih
yang menganggap Nabi Isa adalah tuhan. Dan juga sebagaimana sikap
berlebihan yang mereka lakukan terhadap sebagian tokoh pendahulu mereka
yang terlebih dahulu sesat karena mengikuti hawa nafsu. Mereka pun
menyesatkan manusia dengan mengajak kepada agama mereka. (lihat tafsir
al Kariimirrahman, Syaikh As Sa’di). Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala
mengingatkan ahlu kitab, yaitu kaum Nasrani, agar tidak
berlebih-lebihan dalam perkara agama, yaitu menjadikan Nabi Isa sebagai
tuhan. Sikap berlebihan yang mereka lakukan membuat mereka menjadi
tersesat dan binasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam
agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah
sikap ghuluw mereka dalam agama.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan makna hadits di atas, bahwasanya sikap
berlebihan yang diperingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tersebut bersifat umum, baik dalam hal keyakinan maupun amal perbuatan.
(Iqtidha Ashirotol Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah). Oleh karena
itu, kita tidak boleh bersikap berlebihan dalam semua perkara, baik
lisan, perbuatan maupun amalan hati.
Berlebihan terhadap orang shalih adalah salah salah satu sebab terjadinya kemusyrikan
Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Dan mereka (kaum Nabi
Nuh) berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”
(QS. Nuh : 23). Berkata Muhammad bin Qais menjelaskan ayat tersebut,
Ya’uq dan Nasr adalah orang-orang shalih keturunan Nabi Adam (yaitu
kaumnya Nabi Nuh). Mereka memiliki banyak pengikut. Tatkala mereka
meninggal, berkata sahabat-sahabat dari kalangan pengikut mereka :
“Seandainya kita membuat gambar-gambar mereka, akan membuat kita lebih
semangat dalam beribadah ketika kita mengingat mereka”. Maka para
pengikut orang shalih tersebut membuat gambar mereka. Tatkala para
pengikut generasi pertama orang shalih tersebut mati, dan datang
generasi berikutnya. Kemudian Iblis menyesatkannya dengan berkata :”
Tidaklah gambar-gambar tersebut dibuat melainkan agar mereka disembah,
dan merekalah yang menurunkan hujan. Maka akhirnya orang-orang shalih
tersebut disembah. Ikrimah mengatakan, diantara Nabi Adam dan Nabi Nuh
terdapat 10 abad, seluruhnya diatas tauhid (Tafsir At Tobari).
Dari penjelasan tersebut, diketahui awal mula terjadinya
kemusyrikan pada kaum Nabi Nuh. Kemusyrikan tersebut berawal dari sikap
berlebihan terhadap orang shalih, yaitu dengan membuat gambar mereka.
Dalam riwayat lain, orang shalih tersebut dibuatkan patung dan
orang-orang beri’tikaf dikubur mereka. Tujuan awal dibuat gambar dan
patung tersebut agar ibadah yang dilakukan menjadi lebih khusuk dan
semangat, karena mengingat keshalihan mereka. Namun ketika berganti
generasi, dan ilmu semakin sedikit, maka Iblis semakin menyesatkan
manusia dengan perkataan dusta bahwa orang shalih tersebutlah yang
disembah. Bahkan merekalah yang menurunkan hujan. Sehingga terjadilah
penyembahan terhadap orang-orang shalih tersebut.
Bentuk-bentuk berlebihan terhadap orang shalih
Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, di sekitar kita,
seringkali kita jumpai perbuatan-perbuatan yang termasuk sikap
berlebihan terhadap orang shalih. Sudah seharusnya kita waspada dan
meninggalkannya. Diantara perkara tersebut adalah :
1. Membuat gambar dan patung
Gambar dan patung orang shalih merupakan perkara yang
dilakukan oleh kaum Nuh sebagai awal mula terjadinya kemusyrikan
(sebagaimana telah lalu kisahnya). Hal ini termasuk bentuk berlebihan
dalam mengagungkan orang shalih yang menyebabkan pelakunya dapat
terjerumus dalam kemusyrikan. Syari’at Islam juga melarang membuat
gambar dan patung makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya manusia yang paling
keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para penggambar.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Selain itu, adanya gambar makhluk bernyawa,
menyebabkan malaikat rahmat enggan masuk ke dalam rumah seseorang. Dari
Abu Hurairah, ia berkata “Jibril alaihissalam meminta izin kepada Nabi
maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya
mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya
kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya
sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak
masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai,
shahih).
2. Membangun masjid di atas kuburan
Salah satu bentuk berlebihan terhadap orang shalih, adalah
dengan membangun masjid di atas kubur mereka. Hal tersebut sebagaimana
kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani. Syari’at Islam melarang dengan keras
hal tersebut. Dari ‘Aisyah bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah
menceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
gereja dengan gambar-gambar di dalamnya yang dilihatnya di negeri
Habasyah (Ethiopia). Maka, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Mereka itu adalah suatu kaum, apabila ada orang shalih atau
seorang hamba yang shalih meninggal di antara mereka, mereka bangun di
atas kuburannya sebuah tempat ibadah dan mereka buat di dalam tempat itu
gambar-gambar. Mereka itulah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah
pada hari Kiamat (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah juga bersabda
“Laknat Allah atas Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan
kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian kaum muslimin menganggap adanya keberkahan pada
kubur orang-orang shalih tersebut, sehingga mereka membangun masjid di
atasnya. Namun hal tersebut tidaklah benar, karena keberkahan suatu hal
adalah bersifat tauqifi (ditetapkan melalui dalil yang shahih). Tidak
kita jumpai adanya dalil yang menetapkan adanya keberkahan pada kubur
wali fulan, atau orang shalih lainnya. Tidak pula kita jumpai praktik
dari para sahabat yang mencari berkah kepada sahabat yang lain setelah
wafatnya Rasulullah. Padahal kita tahu para sahabat adalah orang-orang
shalih yang memiliki keimanan yang tinggi.
3. Memuji secara berlebihan
Termasuk bentuk berlebihan terhadap orang shalih adalah
memberikan pujian atau gelaran yang melampaui batas syari’at. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah kamu
berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah
berlebih-lebihan memuji Isa putra maryam. Aku hanyalah seorang hamba,
maka katakanlah “Hamba dan Rasul Allah” (HR. Bukhari). Dalam hadits ini,
Rasululllah melarang untuk memuji beliau dengan pujian yang melewati
batas. Sebagaimana orang-orang Nasrani menggelari Nabi Isa sebagai anak
tuhan bahkan mereka menyembahnya. Atau mensifati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mampu melakukan perkara yang diluar kekuasaannya
sebagai Rasul, seperti menyelamatkan dari neraka, sebagai satu-satunya
tempat berlindung, mengetahui ilmu di Al Lauh Al Mahfudzh dan
semisalnya, maka hal tersebut termasuk sikap berlebihan yang terlarang.
Bahkan dapat menghantarkan pelakunya kepada kemusyrikan. Namun cukup
bagi kita untuk menyebut Rasulullah sebagai “Hamba dan Rasul Allah”.
Bahkan ini adalah gelar yang paling mulia yang diberikan Allah kepada
beliau (lihat I’anatul Mustafid, Syaikh Fauzan).
Maka memberikan pujian yang berlebihan kepada Rasulullah
saja tidak boleh, apalagi kepada manusia selainnya. Maka tentu lebih
tidak layak lagi. Contoh lain pujian yang berlebihan adalah kaum syi’ah
yang memuji Ali dan para imam mereka. Mereka (kaum Syi’ah) mengatakan
Ali dapat menghidupkan mayit, syi’ah meyakini bahwa imam-imam mereka
memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh para nabi dan malaikat,
dan masih banyak contoh keyakinan syi’ah yang menyimpang. Bahkan
sebagiannya telah mengarah kepada kemusyrikan.
Semoga Allah menjaga kita dari sikap berlebihan, baik dalam
perkara dunia maupun perkara agama, dan memasukkan kita ke dalam Surga
bersama Nabi dan Rasul yang kita cintai. Allahu a’lam.
Penulis : Ndaru Triutomo, S.Si. (Alumni Ma’had Al-‘Ilmi Yogyakarta)
Murojaah : Ust Afifi Abdul Wadud, BIS
Pertanyaan :
Sebutkan contoh sikap berlebihan terhadap orang shalih?
Jawab :
1. Membuat gambar dan patung
2. Membangun masjid di atas kuburan
3. Memuji secara berlebihan
0 Komentar